Para peneliti di University of Aberdeen, UK menemukan, bila seseorang ingin pasangannya berhasil berhenti merokok, yang perlu dilakukan ialah menghentikan omelan atau sindirian dan mulailah untuk mendukungnya.
Dalam studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Health Psychology tersebut, Dr Gertraud Stadler bekerja sama dengan Dr Urte Scholz dari Universitas Zurich untuk melihat perilaku 100 pasangan, yang termasuk perokok dan non-perokok.
Tim peneliti meminta semua pasangan untuk membuat dan menulis buku harian menggunakan ponsel selama sepuluh hari sebelum pasangannya mulai berhenti merokok, dan juga selama 21 hari setelah pasangannya memutuskan untuk berhenti. Partner yang merokok juga diminta untuk mencatat jumlah rokok yang dihisap setiap hari.
Hasil penelitian menunjukkan, perokok yang memiliki pasangan yang menawarkan dukungan fisik dan emosional serta dorongan agar mereka berhenti merokok lebih mungkin untuk berhasil berhenti merokok ketimbang perokok yang memiliki pasangan yang hanya mengomel dan tidak memberi dukungan nyata.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dukungan ini jauh lebih dibutuhkan setelah para perokok memutuskan untuk berhenti. Masa ketika perokok menjalankan kebiasaan sehat baru, bantuan ekstra dari pasangan sangatlah dibutuhkan.
"Ada banyak hal yang tidak akan membantu perokok untuk berhenti, seperti mengomel atau mencoba untuk mengendalikan situasi," komentar Dr Stadler.
"Hasil ini menunjukkan bahwa kita harus menawarkan dukungan emosional serta bantuan fisik layaknya mengurus anak-anak. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk membantu orang lain berhenti merokok."
Penelitian sebelumnya telah menganalisa beberapa metode yang terbukti lebih efektif. Menurut sebuah studi di tahun 2015, iklan anti-rokok dan kampanye kesehatan masyarakat ternyata memiliki efek berlawanan pada perokok.
Alih-alih ingin mengurangi jumlah perokok, para perokok cenderung merasa defensif dan marah sehingga tidak mau berhenti.
Dan sebuah penelitian yang diterbitkan bulan lalu dalam jurnal Communication Research juga menemukan bahwa gambar penyakit pada kemasan rokok dapat memiliki efek berlawanan yang sama.
Sebuah 2015 yang diterbitkan dalam Annals of Internal Medicine menemukan bahwa terapi perilaku suportif seperti sesi bimbingan adalah yang paling efektif, bila digunakan sendiri atau bersama obat pengganti nikotin.
Dukungan melalui ponsel pintar juga bisa menjadi efektif, seperti studi dari program yang disebut Text2Quit, di mana perokok menerima dukungan rutin melalui pesan berisi motivasi. Ini membantu sekitar 11 persen perokok untuk berhenti.
(Sumber kompas.com)
Dalam studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Health Psychology tersebut, Dr Gertraud Stadler bekerja sama dengan Dr Urte Scholz dari Universitas Zurich untuk melihat perilaku 100 pasangan, yang termasuk perokok dan non-perokok.
Tim peneliti meminta semua pasangan untuk membuat dan menulis buku harian menggunakan ponsel selama sepuluh hari sebelum pasangannya mulai berhenti merokok, dan juga selama 21 hari setelah pasangannya memutuskan untuk berhenti. Partner yang merokok juga diminta untuk mencatat jumlah rokok yang dihisap setiap hari.
Hasil penelitian menunjukkan, perokok yang memiliki pasangan yang menawarkan dukungan fisik dan emosional serta dorongan agar mereka berhenti merokok lebih mungkin untuk berhasil berhenti merokok ketimbang perokok yang memiliki pasangan yang hanya mengomel dan tidak memberi dukungan nyata.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dukungan ini jauh lebih dibutuhkan setelah para perokok memutuskan untuk berhenti. Masa ketika perokok menjalankan kebiasaan sehat baru, bantuan ekstra dari pasangan sangatlah dibutuhkan.
"Ada banyak hal yang tidak akan membantu perokok untuk berhenti, seperti mengomel atau mencoba untuk mengendalikan situasi," komentar Dr Stadler.
"Hasil ini menunjukkan bahwa kita harus menawarkan dukungan emosional serta bantuan fisik layaknya mengurus anak-anak. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk membantu orang lain berhenti merokok."
Penelitian sebelumnya telah menganalisa beberapa metode yang terbukti lebih efektif. Menurut sebuah studi di tahun 2015, iklan anti-rokok dan kampanye kesehatan masyarakat ternyata memiliki efek berlawanan pada perokok.
Alih-alih ingin mengurangi jumlah perokok, para perokok cenderung merasa defensif dan marah sehingga tidak mau berhenti.
Dan sebuah penelitian yang diterbitkan bulan lalu dalam jurnal Communication Research juga menemukan bahwa gambar penyakit pada kemasan rokok dapat memiliki efek berlawanan yang sama.
Sebuah 2015 yang diterbitkan dalam Annals of Internal Medicine menemukan bahwa terapi perilaku suportif seperti sesi bimbingan adalah yang paling efektif, bila digunakan sendiri atau bersama obat pengganti nikotin.
Dukungan melalui ponsel pintar juga bisa menjadi efektif, seperti studi dari program yang disebut Text2Quit, di mana perokok menerima dukungan rutin melalui pesan berisi motivasi. Ini membantu sekitar 11 persen perokok untuk berhenti.
No comments:
Post a Comment