Sunday, 25 May 2014

Apa dan Bagaimana Carding


Tindak pidana cybercrime cukup marak di Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia menyadari betul kerusakan yang diakibatkan oleh tindak pidana yang bersifat borderless ini. Untuk sementara ini, perhatian terutama diarahkan pada tindak pidana credit card fraud atau yang populer dengan istilah carding. Artikel ini diangkat dari makalah Drs. Rusbagio Ishak (Kombes Pol/49120373), Kadit Serse Polda Jateng, pada seminar tentang hacking yang diadakan NeoTek Agustus 2002 di Semarang. INTERNET PADA DASARNYA DIGUNAKAN UNTUK meningkatkan dan mempercepat proses serta memperlebar jaringan bisnis, sebagai wahana ilmiah untuk mencari referensi ke berbagai perpustakaan di seluruh dunia. Namun orang Indonesia secara moral belum siap menghadapi teknologi baru ini. Mereka banyak menggunakannya hanya untuk chatting atau untuk berkomunikasi tanpa arah, saling membalas mengirim virus, berjam-jam eksplorasi di situs (Web site) porno, sebagai sarana berjudi sehingga terjadi pemborosan pulsa telepon, dana dan kerusakan moral. Cybercrime dasarnya adalah penyalahgunaan computer dengan cara hacking komputer ataupun dengan cara-cara lainnya merupakan kejahatan yang perlu ditangani dengan serius, dan dalam mengantisipasi hal ini perlu rencana persiapan yang baik sebelumnya. Karena kejahatan ini potensial menimbulkan kerugian pada beberapa bidang: politik, ekonomi, sosial budaya yang siginifikan dan lebih memprihatinkan dibandingkan dengan ledakan bom atau kejahatan yang berintensitas tinggi lainnya bahkan di masa akan datang dapat mengganggu perekonomian nasional melalui jaringan infrastruktur yang berbasis teknologi elektronik (perbankan, telekomunikasi satelit, jaringan listrik, dan jaringan lalu lintas penerbangan dsb.) Polri secara serius mengantisipasi cycbercrime dan permasalahan lainnya yang berhubungan dengan kejahatan internasional yang menggunakan hi-tech karena kejahatan ini sangat intens, jangkauannya sangat luas serta pelaku rata-rata mempunyai intelektualitas yang tinggi dan mempunyai komunitas tersendiri, serta memerlukan penanganan secara komprehensif.

//--- Kasus dan Permasalahannya --//

Cybercrime adalah representasi dari kejahatan internasional yang menggunakan hitech karena cirri dan kejahatan yang paling menonjol adalah borderless atau tidak mengenal batas negara. Teknologi relatif tinggi artinya hanya orang-orang tertentu saja yang sanggup melakukan kejahatan ini serta open resources mediator atau dapat menjadi media untuk berbagai kejahatan antara lain kejahatan di bidang perbankan, pasar modal, seks, pembajakan hak-hak intelektual serta terorisme dan yang lebih tepat lagi termasuk trans-national crime. Kasus Bermotif Ekonomi Data para cracker yang bermotifkan ekonomi atau sengaja menipu berbelanja pada web site e-commerce dengan menggunakan nomor-nomor kartu kredit milik orang lain, secara melawan hukum. Pelaku lazim disebut dengan carder karena modus ini bukan cara hacking yang sesungguhnya, sebagian tertangkap oleh penyelidik Reserse Polda Jawa Tengah dan Polda DI Yogyakarta .

::: Kendala yang Dihadapi Penyidik :::

//--------Perangkat hukum yang memadai

Undang-undang atau perangkat hukum positif adalah instrument terakhir dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu penyidikan karena penerapan delik-delik hukum yang salah akan mementahkan penyidikan yang dilakukan.Walaupun penyidiknya sudah mampu dan memahami profil dan budaya para hacker/preker, teknikteknik serta modus operandi para hacker/preker, serta sudah didukung oleh laboratorium yang canggih sekalipun.


























Pengenalan Istilah (versi Polri) Modus Kejahatan Kartu Kredit (Carding)
Hacker adalah seseorang yang mampu dan dapat memprogram jaringan serta mempelajari system jaringan, namun tidak merusak/mencuri data. Hacking adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mencari informasi melalui program yang ada dengan menggunakan komputer. Cracker adalah seseorang yang mampu dan dapat menembus suatu jaringan serta mencuri/merusakjaringan tersebut. Precker adalah seseorang yang mampu menembus suatu jaringan dan memberitahukan kepada jaringan tersebut tentang keadaan pengamanan jaringannya yang dapat ditembus oleh orang lain. 1. Mendapatkan nomor kartu kredit (CC) dari tamu hotel, khususnya orang asing. 2. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di Internet. 3. Melakukan pemesanan barang ke perusahaan di luar negeri dengan menggunakan Jasa Internet. 4. Mengambil dan memanipulasi data di Internet 5. Memberikan keterangan palsu, baik pada waktu pemesanan maupun pada saat pengambilan barang di Jasa Pengiriman (kantor pos, UPS, Fedex, DHL, TNT, dlsb.).
Pasal 362 KUHP tentang Pencurian Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan
Unsur-unsurnya adalah: a. Pelaku/orang yang melakukan perbuatan b. Mengambil dengan maksud untuk dimiliki. c. Sesuatu barang. d. Seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. e. Melawan hak (bertentangan dengan hukum). Ancaman hukuman maksimum 5 tahun penjara. Unsur-unsurnya adalah: a. Pelaku/orang yang melakukan perbuatan b. Menerbitkan hak, perjanjian, membebaskan hutang, atau keterangan bagi suatu perbuatan. c. Seolah-olah surat tersebut asli dan tidak dipalsukan. d. Mendatangkan kerugian. Ancaman hukuman maksimum 6 tahun penjara.
Pasal 406 KUHP tentang Pengrusakan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan
Unsur-unsurnya adalah: a. Pelaku/orang yang melakukan perbuatan b. Merusak, membinasakan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi. c. Menghilangkan sesuatu barang. d. Sebagian kepunyaan orang lain. Ancaman hukuman maksimum 5 tahun penjara. Unsur-unsurnya adalah: a. Pelaku/orang yang melakukan perbuatan b. Membujuk dengan nama palsu, keadaan palsu, rangkaian kata bohong, dan tipu muslihat. c. Memberikan sesuatu barang, yang membuat untung untuk menghapus piutang. d. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain. e. Melawan hak (bertentangan dengan hukum). Ancaman hukuman maksimum 4 tahun penjara.

Namun fakta-fakta yang ada menunjukkan bahwa hukum selalu ketinggalan dengan teknologi sebagaimana dikatakan oleh Panji R. Hadinoto (2000), hukum sebagai produk perkembangan social budaya (termasuk teknologi) disadari mau tidak mau selalu tertinggal oleh technology driven yang dominan. Kemampuan penyidik Secara umum penguasaan operasional komputer dan pemahaman terhadap hacking komputer serta kemampuan melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus tersebut dari para penyidik Polri masih sangat minim. Banyak factor yang mempengaruhi hal tersebut namun dari beberapa faktor tersebut ada yang sangat berpengaruh (determinan). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut: a. Kurangnya pengetahuan tentang komputer dan sebagian besar dari mereka belum menggunakan Internet atau menjadi pelanggan pada salah satu ISP (Internet Service Provider). b. Pengetahuan dan pengalaman para penyidik dalam menangani kasus-kasus cyber crime masih terbatas. Mereka belum mampu memahami teknik hacking, modusmodus operandi para hacker dan profil-profilnya. c. Faktor sistem pembuktian yang menyulitkan para penyidik karena Jaksa (PU) masih meminta keterangan saksi dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) formal sehingga diperlukan pemanggilan saksi/korban yang berada di luar negeri untuk dibuatkan berita acaranya di Indonesia , belum bisa menerima pernyataan korban atau saksi dalam bentuk faksimili atau email sebagai alat bukti. Fasilitas komputer forensik Untuk membuktikan jejak-jejak para hacker, cracker dan precker dalam melakukan aksinya terutama yang berhubungan dengan program-program dan data-data komputer, sarana Polri belum memadai karena belum ada computer forensik. Fasilitas ini diperlukan untuk mengungkap data-data digital serta merekam dan menyimpan bukti-bukti berupa soft copy (image, program, dsb). Dalam hal ini Polri masih belum mempunyai fasilitas forensic computing yang memadai.

//----- Strategi Penyidikan

Penyempurnaan perangkat hukum

Polri bekerja sama dengan para ahli hukum dan organisasi lainnya yang sangat berkepentingan atau keamanan usahanya tergantung dari kesempurnaan undang-undang di bidang cyberspace (pengusaha e-commerce dan banking) sedang memproses untuk merancangnya agar di Indonesi terwujud cyberlaw yang sempurna. Upaya tersebut secara garis besarnya adalah: menciptakan undang-undang yang bersifat lex specialist, menyempurnakan undang-undang pendukungnya dan melakukan sintesa serta analogi yang lebih luas terhadap KUHP. Hal ini dilakukan dengan bekerja sama dengan universitas-universitas yang ada di Indonesia dan instansi lainnya yang terkait (Telkom).

Mendidik para penyidik

Dalam hal menangani kasus cybercrime diperlukan penyidik yang sudah cukup berpengalaman (bukan penyidik pemula), pendidikannya diarahkan untuk menguasai teknis penyidikan dan menguasai administrasi penyidikan serta dasar-dasar pengetahuan di bidang komputer dan profil hacker.

Membangun fasilitas forensic computing

Fasilitas forensic computing yang akan didirikan Polri diharapkan akan dapat melayani tiga hal penting, yaitu: a. evidence collection b. forensic analysis c. expert witness

Meningkatkan upaya penyidikan dan kerja samainternasional

Dalam hal penanganan kasus cyber crime dan kasuskasus penyalahgunaan kartu kredit, Polri telah melakukan koordinasi/joint investigation dengan pihak US Secret Services baik di Semarang maupun di D.I. Yogyakarta . Terhadap kasus-kasus penggunaan nomor-nomor kartu kredit secara tidak sah yang terjadi dan sedang dalam proses penyidikan Polri, tersangka dapat divonis sebagaimana kejahatan yang dilakukannya. Untuk itu, yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: a. Mengadakan penelitian ulang terhadap TKP, para saksi dan berkas-berkas perkara cyber crime yang sedang ditangani oleh para penyidik Polri. b. Sworn written affidafit/BAP Sumpah untuk saksi dan korban yang berada di luar negeri dilakukan dengan bantuan US Secret Service dan disosialisasikan kepada PU dan pengadilan untuk menjadi alat bukti yang sah dalam proses pengadilan. c. Melakukan koordinasi dengan jaksa pengiriman internasional dalam hal pengungkapan perkara. d. Melibatkan saksi ahli dari AKKI (Asosiasi Kartu Kredit Indonesia ).

//----- Upaya Penanggulangan ::::::::::

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan sarana komputer adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan sistem keamanan jaringan daninformasi. b. Memasang kontrol akses untuk menyaring user/pemakai sehingga hanya pemilik saja yang dapat menggunakan jaringan tersebut. c. Melakukan penyaringan terhadap isi dari komunikasi elektronik. d. Mencegah akses ke situs yang tidak berkaitan dengan bidang tugasnya.

//----- Penutup -----//

Cybercrime merupakan permasalahan yang harus ditangani secara serius karena dampak dari kejahatan ini sangat luas dan banyak merugikan perekonomian masyarakat karena apabila tidak ditanggulangi akan berkembang dan tidak terkendali dan dampaknya dapat sangat fatal bagi kehidupan bermasyarakat. Kendala utama dalam penyelidikan cybercrime antara lain boderless baik korbannya maupun tersangkanya sehingga perangkat hukum konvensional yang ada di Indonesia belum atau tidak bisa menjangkau secara efektif karena itu perlu diwujudkan hukum baru atau cyberlaw. Selain itu diperlukan peralatan forensik computing yang tepat guna pembuktian kejahatannya, serta menyiapkan penyidik Polri untuk dididik dan mampu menyidik cybercrime serta kerja sama dengan penegak hukum dengan yang ada di luar negeri.

Apabila sampai terjadi ada anggota keluarga kita yang melakukan tindak pidana cybercrime dan ditangkap polisi, maka perlu dipahami: a. Masa penahanan maksimum 20 hari.

b. Pengurusan sworn written affidafit/BAP untuk sasksi dan korban biasanya memakan waktu cukup lama (dapat beberapa bulan). Dengan demikian hampir pasti terhadap tersangka tindak pidana cybercrime akan dilakukan penangguhan penahanan. Jadi apabila ada pihak-pihak yang menawarkan �jasa baik� (dengan imbalan uang) untukmembantu melakukan penangguhan penahanan, tidak usah dilayani.
//-------------------------------------------------------------------------//


Dari informasi lisan yang diperoleh dari Drs. Rusbagio Ishak, Kombes Pol/49120373, Kadis Serse Polda Jateng.

Author : Neotek,-

No comments:

Post a Comment